Situs Kampung KB dan Pendidikan Indonesia

Selamat datang di situs Kampung KB "Tumbuh Jaya" Desa Tumbuh Mulia Kecamatan Suralaga Lombok Timur NTB. Situs ini berisi 8 pokja Kampung KB seperti Pokja Pendidikan, Keagamaan, Sosial dan Budaya, Ekonomi, Kesehatan Refreduksi, Lingkungan, Perlindungan dan Kasih Sayang. Selain itu juga, berisi tentang administrasi pendidikan seperti Ruang Guru, Materi K13, Aplikasi K13, Program Kerja, Soal Ujian, Artikel Islam, Hiburan dan Katagori yang meliputi pertanian, peternakan dan perikanan. Semoga situs ini bermanfaat dalam meningkatkan kualitas hidup keluarga dan masyarakat menuju Indonesia sejahtera.
  • Arsip Kampung KB Tumbuh Jaya

    Photo Bersama Pengurus Kampung KB Tumbuh Jaya

  • Lomba Kampung BK

    Dokumentasi penyerahan hadiah juara 1 lomba Kampung KB sekabupaten Lombok Timur di Joben Desa Pesanggarahan kecamatan Montong Gading (Sabtu, 22 Juni 2019).

  • Dokumentasi penyerahan hadiah juara 1 lomba Kampung KB sekabupaten Lombok Timur di Joben Desa Pesanggarahan kecamatan Montong Gading (Sabtu, 22 Juni 2019).

Seorang Petugas KPPS Mengalami Keguguran Dalam Pemilu 2019.

Selamat datang di blog Kampung KB tumbuhh Jaya, pada kesempatan ini kami berbagi berita duka pemilu 2019. Kali ini datangnya dari petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).

Radar tumbuh Mulia_Berita Sri Utami di bawah ini akan mewakili satu dari banyak petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang kewalahan menghadapi beban kerja Pemilu serentak 2019. Belakangan, banyak laporan petugas KPPS di beberapa daerah meninggal karena kelelahan.

Seorang Petugas KPPS Mengalami Keguguran Dalam Pemilu 2019

Kisah Sri ini berawal ketika perempuan 30 tahun ini hampir 24 jam mengurusi pemungutan suara di TPS 1 Desa Lalonggotomi Kecamatan Pondidaha, Konawe, Sulawesi Tenggara pada Rabu, 17 April 2019.



“Waktu pencoblosan kami tidak tidur sehari semalam. Usai mencoblos, selesai perhitungan suara itu Kamis dinihari pukul 03.00. Itu pun tidak langsung selesai ada catat-catat lainnya, pokoknya selesai sekitar jam 06.00 hari Kamis, 18 April pagi," kata Sri pada Tempo melalui sambungan telepon, Sabtu, 20 April 2019.

Anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) ini bangun siang hari dan langsung pergi lagi ke TPS. Ia mengatakan mesti merapikan beberapa administrasi Pemilu sekaligus beberes TPS. Ia baru kembali ke rumah malam hari.

Menurut Muhammad Agus, suami Sri, pada Kamis malam, istrinya mengeluh bahwa pada pagi hari dia mengalami bercak darah. "Nah karena sibuk, hari Jumat pagi kami cek ke dokter. Ternyata pas di rontgen dokter bilang istri saya keguguran,” kata Agus. Usia kandungan Sri saat itu baru dua bulan.

Agus dan Sri hanya bisa pasrah. Dia pun tak menyalahkan siapapun, termasuk Komisi Pemilihan Umum (KPU). "Saya anggap ini musibah," kata Agus. Kini Sri dirawat di Rumah Sakit Setia Bunda, Kota Unaaha.

Demikian, semoga bermanfaat bagi kita khususnya dalam menjaga kesehatan walau dalam sesibuk apapun.
Share:

Rukun-rukun Puasa Lengkap Dengan Penjelasannya.


Marhaban ya Ramadhan, pada kesempatan ini kami berbagi artikel kajian Ramadhan tentang Rukun-rukun Puasa Lengkap Dengan Penjelasannya. 

Dalam melaksanakan puasa, ada beberapa syarat dan rukun yang harus kita ketahui agar ibadah puasa kita sah dan diterima oleh Allah SWT.

Berikut Rukun-rukun Puasa Lengkap Dengan Penjelasannya.
Rukun-rukun Puasa
Berdasarkan kesepakatan para ulama, rukun puasa adalah berniat dan menahan diri dari berbagai pembatal puasa mulai dari terbit fajar (yaitu fajar shodiq) hingga terbenamnya matahari[23]. 

Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ

“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS. Al Baqarah: 187). 

Yang dimaksud dari ayat diatas adalah, terangnya siang dan gelapnya malam dan bukan yang dimaksud benang secara hakiki.

Dari ‘Adi bin Hatim ketika turun surat Al Baqarah ayat 187, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata padanya,

إِنَّمَا ذَاكَ بَيَاضُ النَّهَارِ مِنْ سَوَادِ اللَّيْلِ

“Yang dimaksud adalah terangnya siang dari gelapnya malam”[24]. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan seperti itu pada ‘Adi bin Hatim karena sebelumnya ia mengambil dua benang hitam dan putih. Lalu ia menanti kapan muncul benang putih dari benang hitam, namun ternyata tidak kunjung nampak. Lantas ia menceritakan hal tersebut pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau pun menertawai kelakukan ‘Adi bin Hatim.[25]

Keterangan:
  • [23] Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/9915.
  • [24] HR. Tirmidzi no. 2970, beliau mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih.
  • [25] HR. Ahmad, 4/377. Shahih sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth

Demikian, semoga bermanfaat.
Share:

Syarat-syarat Wajib dan Sahnya Puasa Lengkap Dengan Penjelasannya.


Marhaban ya Ramadhan, pada kesempatan ini kami berbagi artikel kajian Ramadhan tentang Syarat-syarat Wajib dan Sahnya Puasa Lengkap Dengan Penjelasannya.

Dalam melaksanakan puasa, ada beberapa syarat yang harus kita ketahui agar ibadah puasa kita sah dan diterima oleh Allah SWT. Tanpa syarat tersebut maka puasa kita akan sia-sia belaka. 

Berikut Syarat-syarat Wajib dan Sahnya Puasa Ramadhan Lengkap Dengan Penjelasannya.


a. Syarat Wajib Puasa[1]
Syarat wajibnya puasa yaitu: 
(1) islam, 
(2) berakal, 
(3) sudah baligh [2], dan
(4) mengetahui akan wajibnya puasa.[3]


b. Syarat Wajibnya Penunaian Puasa[4]
Syarat wajib penunaian puasa, artinya ketika ia mendapati waktu tertentu, maka ia dikenakan kewajiban puasa. Syarat yang dimaksud adalah sebagai berikut.

(1) Sehat, tidak dalam keadaan sakit.
(2) Menetap, tidak dalam keadaan bersafar. 
Dalil kedua syarat ini adalah firman Allah Ta’ala,


وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

“Dan barangsiapa yang dalam keadaan sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain” (QS. Al Baqarah: 185). 

Kedua syarat ini termasuk dalam syarat wajib penunaian puasa dan bukan syarat sahnya puasa dan bukan syarat wajibnya qodho’ puasa. Karena syarat wajib penunaian puasa di sini gugur pada orang yang sakit dan orang yang bersafar. Ketika mereka tidak berpuasa saat itu, barulah mereka qodho’ berdasarkan kesepakatan para ulama. Namun jika mereka tetap berpuasa dalam keadaan demikian, puasa mereka tetap sah.

(3) Suci dari haidh dan nifas. 
Dalilnya adalah hadits dari Mu’adzah, ia pernah bertanya pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha. Hadits tersebut adalah,


عَنْ مُعَاذَةَ قَالَتْ سَأَلْتُ عَائِشَةَ فَقُلْتُ مَا بَالُ الْحَائِضِ تَقْضِى الصَّوْمَ وَلاَ تَقْضِى الصَّلاَةَ فَقَالَتْ أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ قُلْتُ لَسْتُ بِحَرُورِيَّةٍ وَلَكِنِّى أَسْأَلُ. قَالَتْ كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ.

Dari Mu’adzah dia berkata, “Saya bertanya kepada Aisyah seraya berkata, ‘Kenapa gerangan wanita yang haid mengqadha’ puasa dan tidak mengqadha’ shalat?’ Maka Aisyah menjawab, ‘Apakah kamu dari golongan Haruriyah? ‘ Aku menjawab, ‘Aku bukan Haruriyah, akan tetapi aku hanya bertanya.’ Dia menjawab, ‘Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha’ puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha’ shalat’.”[5] 

Berdasarkan kesepakatan para ulama pula, wanita yang dalam keadaan haidh dan nifas tidak wajib puasa dan wajib mengqodho’ puasanya.[6]


c. Syarat Sahnya Puasa
Syarat sahnya puasa ada dua, yaitu:[7]

(1) Dalam keadaan suci dari haidh dan nifas. 
Syarat ini adalah syarat terkena kewajiban puasa dan sekaligus syarat sahnya puasa.

(2) Berniat. 
Niat merupakan syarat sah puasa karena puasa adalah ibadah sedangkan ibadah tidaklah sah kecuali dengan niat sebagaimana ibadah yang lain. Dalil dari hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,


إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ

“Sesungguhnya setiap amal itu tergantung dari niatnya.”[8]

Niat puasa ini harus dilakukan untuk membedakan dengan menahan lapar lainnya. Menahan lapar bisa jadi hanya sekedar kebiasaan, dalam rangka diet, atau karena sakit sehingga harus dibedakan dengan puasa yang merupakan ibadah.

Namun, para pembaca sekalian perlu ketahui bahwasanya niat tersebut bukanlah diucapkan (dilafadzkan). Karena yang dimaksud niat adalah kehendak untuk melakukan sesuatu dan niat letaknya di hati[9]. 

Semoga Allah merahmati An Nawawi rahimahullah –ulama besar dalam Syafi’iyah- yang mengatakan,


لَا يَصِحُّ الصَّوْمَ إِلَّا بِالنِّيَّةِ وَمَحَلُّهَا القَلْبُ وَلَا يُشْتَرَطُ النُّطْقُ بِلاَ خِلَافٍ

“Tidaklah sah puasa seseorang kecuali dengan niat. Letak niat adalah dalam hati, tidak disyaratkan untuk diucapkan. Masalah ini tidak terdapat perselisihan di antara para ulama.”[10]

Ulama Syafi’iyah lainnya, Asy Syarbini rahimahullah mengatakan,

وَمَحَلُّهَا الْقَلْبُ ، وَلَا تَكْفِي بِاللِّسَانِ قَطْعًا ، وَلَا يُشْتَرَطُ التَّلَفُّظُ بِهَا قَطْعًا كَمَا قَالَهُ فِي الرَّوْضَةِ

“Niat letaknya dalam hati dan tidak perlu sama sekali dilafazhkan. Niat sama sekali tidakk disyaratkan untuk dilafazhkan sebagaimana ditegaskan oleh An Nawawi dalam Ar Roudhoh.”[11]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,


وَالنِّيَّةُ مَحَلُّهَا الْقَلْبُ بِاتِّفَاقِ الْعُلَمَاءِ ؛ فَإِنْ نَوَى بِقَلْبِهِ وَلَمْ يَتَكَلَّمْ بِلِسَانِهِ أَجْزَأَتْهُ النِّيَّةُ بِاتِّفَاقِهِمْ

“Niat itu letaknya di hati berdasarkan kesepakatan ulama. Jika seseorang berniat di hatinya tanpa ia lafazhkan dengan lisannya, maka niatnya sudah dianggap sah berdasarkan kesepakatan para ulama.”[12]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan pula, “Siapa saja yang menginginkan melakukan sesuatu, maka secara pasti ia telah berniat. Semisal di hadapannya disodorkan makanan, lalu ia punya keinginan untuk menyantapnya, maka ketika itu pasti ia telah berniat. 

Demikian ketika ia ingin berkendaraan atau melakukan perbuatan lainnya. Bahkan jika seseorang dibebani suatu amalan lantas dikatakan tidak berniat, maka sungguh ini adalah pembebanan yang mustahil dilakukan. Karena setiap orang yang hendak melakukan suatu amalan yang disyariatkan atau tidak disyariatkan pasti ilmunya telah mendahuluinya dalam hatinya, inilah yang namanya niat.”[13]

Wajib Berniat Sebelum Fajar[14]

Dalilnya adalah hadits dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma dari Hafshoh –istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam-, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


مَنْ لَمْ يُجْمِعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ

“Barangsiapa siapa yang tidak berniat sebelum fajar, maka puasanya tidak sah.”[15]

Syarat ini adalah syarat puasa wajib menurut ulama Malikiyah, Syafi’iyah dan Hambali. Yang dimaksud dengan berniat di setiap malam adalah mulai dari tenggelam matahari hingga terbit fajar.[16]

Adapun dalam puasa sunnah boleh berniat setelah terbit fajar menurut mayoritas ulama. Hal ini dapat dilihat dari perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalil masalah ini adalah hadits ‘Aisyah berikut ini. ‘Aisyah berkata,


دَخَلَ عَلَىَّ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ « هَلْ عِنْدَكُمْ شَىْءٌ ». فَقُلْنَا لاَ. قَالَ « فَإِنِّى إِذًا صَائِمٌ ». ثُمَّ أَتَانَا يَوْمًا آخَرَ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أُهْدِىَ لَنَا حَيْسٌ. فَقَالَ « أَرِينِيهِ فَلَقَدْ أَصْبَحْتُ صَائِمًا ». فَأَكَلَ.

“Pada suatu hari, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menemuiku dan bertanya, “Apakah kamu mempunyai makanan?” Kami menjawab, “Tidak ada.” Beliau berkata, “Kalau begitu, saya akan berpuasa.” Kemudian beliau datang lagi pada hari yang lain dan kami berkata, “Wahai Rasulullah, kita telah diberi hadiah berupa Hais (makanan yang terbuat dari kurma, samin dan keju).” Maka beliau pun berkata, “Bawalah kemari, sesungguhnya dari tadi pagi tadi aku berpuasa.”[17] 

An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Ini adalah dalil bagi mayoritas ulama, bahwa boleh berniat di siang hari sebelum waktu zawal (matahari bergeser ke barat) pada puasa sunnah.”[18] 

Di sini disyaratkan bolehnya niat di siang hari yaitu sebelum niat belum melakukan pembatal puasa. Jika ia sudah melakukan pembatal sebelum niat (di siang hari), maka puasanya tidak sah. Hal ini tidak ada perselisihan di dalamnya.[19]

Niat ini harus diperbaharui setiap harinya. Karena puasa setiap hari di bulan Ramadhan masing-masing hari berdiri sendiri, tidak berkaitan satu dan lainnya, dan tidak pula puasa di satu hari merusak puasa hari lainnya. Hal ini berbeda dengan raka’at dalam shalat.[20]

Niat puasa Ramadhan harus ditegaskan (jazm) bahwa akan berniat puasa Ramadhan. Jadi, tidak boleh seseorang berniat dalam keadaan ragu-ragu, semisal ia katakan, “Jika besok tanggal 1 Ramadhan, berarti saya tunaikan puasa wajib. Jika bukan 1 Ramadhan, saya niatkan puasa sunnah”. Niat semacam ini tidak dibolehkan karena ia tidak menegaskan niat puasanya.[21] 

Niat itu pun harus dikhususkan (dita’yin) untuk puasa Ramadhan saja tidak boleh untuk puasa lainnya.[22]


Keterangan nomor-nomor diatas bersumber dari:
  • [1] Disebut dengan syarat wujub shoum.
  • [2] Tanda baligh adalah: (1) Ihtilam, yaitu keluarnya mani dalam keadaan sadar atau saat mimpi; (2) Tumbuhnya bulu kemaluan; atau (3) Dua tanda yang khusus pada wanita adalah haidh dan hamil. (Lihat Al Mawsua’ah Al Fiqhiyah, 2/3005-3008).
Sebagian fuqoha menyatakan bahwa diperintahkan bagi anak yang sudah menginjak usia tujuh tahun untuk berpuasa jika ia mampu sebagaimana mereka diperintahkan untuk shalat. Jika ia sudah berusia 10 tahun dan meninggalkannya –padahal mampu-, maka hendaklah ia dipukul. (Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/ 9916)
  • [3] Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/ 9916.
  • [4] Disebut dengan syarat wujubul adaa’ shoum.
  • [5] HR. Muslim no. 335.
  • [6] Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/ 9916-9917.
  • [7] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2/ 97 dan Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/ 9917.
  • [8] HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907, dari ‘Umar bin Al Khottob.
  • [9] Niat tidak perlu dilafazhkan dengan “nawaitu shouma ghodin …”. Jika seseorang  makan sahur, pasti ia sudah niat dalam hatinya bahwa ia akan puasa. Agama ini sungguh tidak mempersulit umatnya.
  • [10] Rowdhotuth Tholibin, 1/268.
  • [11] Mughnil Muhtaj, 1/620.
  • [12] Majmu’ Al Fatawa, 18/262.
  • [13] Idem.
  • [14] Yang dimaksudkan adalah masuk waktu shubuh.
  • [15] HR. Abu Daud no. 2454, Tirmidzi no. 730, dan Nasa’i no. 2333.
Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, “Riwayat yang menyatakan bahwa hadits ini mauquf (hanya perkataan sahabat) tidak menafikan riwayat di atas. Karena riwayat marfu’ adalah ziyadah (tambahan) yang bisa diterima sebagaimana dikatakan oleh ahli ilmu ushul dan ahli hadits. Pendapat seperti ini pun dipilih oleh sekelompok ulama, namun diselisihi oleh yang lainnya. Ulama yang menyelisihi tersebut berdalil tanpa argumen yang kuat” (Ar Roudhotun Nadiyah, hal. 323).
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Irwaul Gholil 914 (4/26).
  • [16] Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/9919.
  • [17] HR. Muslim no. 1154.
  • [18] Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 8/35.
  • [19] Lihat Kasyaful Qona’ ‘an Matn Al Iqna’, 6/32.
  • [20] Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/9922.
  • [21] Inilah pendapat ulama Syafi’iyah dan Hanabilah. Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/9918.
  • [22] Ini pendapat jumhur (mayoritas ulama). Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/9918. 

Baca juga:


Demikian, semoga dengan mengetahui hal-hal tersebut, ibadah puasa kita bisa diterima oleh Allah SWT.
Share:

Tata Cara Berpuasa Dalam Islam.

Marhaban ya Ramadhan, pada kesempatan ini kami berbagi artikel kajian Ramadhan tentang Tata Cara Berpuasa Dalam Islam.

Bulan Ramadhan tinggal menghitung jari, segala persiapan harus matang sehingga mampu melaksakan ibadah puasa dengan baik. Salah satu hal yang harus dipersiapkan adalah ilmu hal, yaitu ilmu yang dibutuhkan pada waktu ini seperti ilmu tata cara melaksakan ibadah puasa dengan benar sesuai dengan syariat agama sehingga diterima oleh Allah SWT. 

Tata Cara Berpuasa Dalam Islam 

Berikut kami sajikan penjelasan tata cara berpuasa yang selanjutnya: 
2. Makan sahur
Hukum makan sahur adalah sunnah. Hal ini berdasarkan hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً 

“Sahurlah kalian, karena sungguh dalam sahur terdapat berkah.” (Muttafaqun ‘alaih).

Ulama dari kalangan mazhab Syafi’i seperti Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Para ulama telah bersepakat tentang sunnahnya makan sahur dan bukan suatu kewajiban.” (Syarh Shahih Muslim, 7/207).

Dalam riwayat lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendorong kita agar tidak meninggalkan makan sahur walaupun sahur hanya dengan seteguk air. Sebagaimana dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu. Dia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 السَّحُورُ أَكْلُهُ بَرَكَةٌ فَلَا تَدَعُوهُ وَلَوْ أَنْ يَجْرَعَ أَحَدُكُمْ جُرْعَةً مِنْ مَاءٍ 

“Makan sahur adalah berkah maka janganlah kalian meninggalkannya meskipun salah seorang di antara kalian hanya minum seteguk air.” (HR. Ahmad, Hadits Hasan). 

Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah: “Sahur dapat diperoleh seseorang yang makan dan minum meskipun hanya sedikit.” (Fathul Bari, 4/166)


3. Menahan diri dari pembatal puasa sejak terbit fajar sampai tenggelam matahari. 

Allah Ta’ala berfirman:

 أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَائِكُمْ ۚ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ ۗ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۖ فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ ۚ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ۖ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ ۚ وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ 

“Dihalalkan bagi kalian pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kalian. Mereka adalah pakaian bagi kalian, dan kalian pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kalian tidak dapat menahan keinginan kalian terhadap istri kalian, karena itu Allah mengampuni kalian dan memberi maaf kepada kalian. Maka sekarang campurilah mereka dan harapkanlah apa yang telah ditetapkan Allah untuk kalian, dan makan minumlah hingga terang bagi kalian benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kalian campuri mereka itu, sedang kalian beriktikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kalian mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.” [Al Baqarah: 187]. 

Waktu menahan dalam ayat ini berlaku secara umum termasuk puasa sunnah.


4. Berbuka 

Allah Ta’ala telah menjelaskan pada kita tentang waktu berbuka yaitu dengan terbenamnya matahari, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
 ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ 
“Kemudian sempurnakanlah puasa itu hingga (datang) malam.” (Al Baqarah: 187) 

Begitujuga pula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan dalam hadits dari sahabat Umar bin Al Khaththab radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


 إِذَا أَقْبَلَ اللَّيْلُ وَأَدْبَرَ النَّهَارُ وَغَابَتِ الشَّمْسُ فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ 

“Apabila malam telah datang, dan siang telah pergi, serta matahari telah terbenam, maka sungguh orang yang berpuasa telah berbuka.” (Muttafaqun ‘alaihi) 

Maknanya adalah puasanya telah selesai dan sempurna. Maka dengan terbenamnya matahari habislah waktu siang, dan malam pun tiba. Malam hari bukanlah waktu untuk berpuasa. 

Sebagaimana penjelasan Imam Nawawi rahimahullah dalam Syarh Shahih Muslim 7/210. Maka dapat diketahui waktu berbuka puasa adalah menjelang malam ketika matahari telah benar-benar tenggelam.

Demikian, semoga bermanfaat.


Referensi : [1] Gharibul Hadits (I/325-326, 327). Lihat Subulus Salam karya Ash-Shan’ani, awal Kitabush Shiyam.  
[2] Lihat Tafsir Ibni Katsir tafsif surat Maryam ayat 26. 
Share:

Tata Cara Berpuasa Dalam Islam.


Marhaban ya Ramadhan, pada kesempatan ini kami berbagi artikel kajian Ramadhan tentang Tata Cara Berpuasa Dalam Islam.

Bulan Ramadhan tinggal menghitung jari, segala persiapan harus matang sehingga mampu melaksakan ibadah puasa dengan baik. Salah satu hal yang harus dipersiapkan adalah ilmu hal, yaitu ilmu yang dibutuhkan pada waktu ini seperti ilmu tata cara melaksakan ibadah puasa dengan benar sesuai dengan syariat agama sehingga diterima oleh Allah SWT. Selamat membaca !

Tata Cara Berpuasa Dalam Islam 

Berikut kami sajikan penjelasan tata cara berpuasa: 
1. Berniat puasa 
Niat dilakukan dalam hati karena tidak diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maupun dari para sahabat radhiyallahu‘anhum mengucapkan/melafazhkan niat. Sedangkan yang paling paham dengan syariat ini adalah mereka. 

Tidak ada seorang pun yang menukilkan riwayat melafazhkan niat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam baik dengan sanad yang shahih, dha’if, musnad (bersambung sanadnya) ataupun mursal (terputus sanadnya). Bahkan tidak ada nukilan dari para sahabat. 

Begitu pula tidak ada salah seorang pun dari kalangan tabi’in maupun imam yang empat yang menganggap baik hal ini. 

Maka yang sesuai dengan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah tidak melafadzkan niat. 

Mudzakarah Syarat diterimanya suatu amalan adalah: Ikhlas karena Allah dan Sesuai dengan bimbingan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. 

Niat Puasa harus dilakukan sebelum terbit fajar. Berniat ikhlas untuk melaksanakan perintah Allah, mengharap pahala yang Allah persiapkan bagi orang-orang yang berpuasa. 

Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya, “Barang siapa tidak berniat untuk berpuasa semenjak sebelum fajar maka tidak ada puasa baginya (yakni puasanya tidak sah).” [H.R. Abu Dawud dan At-Tirmidzi dari Ummul Mukminin Hafshah radhiyallahu ‘anha. Hadits Shahih]. 

Syarat niat sebelum fajar pada hadis ini khusus untuk puasa wajib. Adapun puasa sunah boleh berniat setelah fajar. 

Berdasarkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha mengisahkan, “Pada suatu hari pernah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk menemuiku, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, ‘Apakah engkau memiliki sesuatu (yang bisa dimakan)?’ Aku menjawab, ‘Tidak.’ Beliau bersabda (artinya), ‘Kalau demikian aku akan berpuasa.’” Makan Sahur Hukum makan sahur adalah sunnah. 

Hal ini berdasarkan hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً “

Sahurlah kalian, karena sungguh dalam sahur terdapat berkah.” (Muttafaqun ‘alaih) 

Ulama dari kalangan mazhab Syafi’i seperti Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Para ulama telah bersepakat tentang sunnahnya makan sahur dan bukan suatu kewajiban.” (Syarh Shahih Muslim, 7/207) 

Dalam riwayat lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendorong kita agar tidak meninggalkan makan sahur walaupun sahur hanya dengan seteguk air. 

Sebagaimana dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu. Dia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


السَّحُورُ أَكْلُهُ بَرَكَةٌ فَلَا تَدَعُوهُ وَلَوْ أَنْ يَجْرَعَ أَحَدُكُمْ جُرْعَةً مِنْ مَاءٍ 

“Makan sahur adalah berkah maka janganlah kalian meninggalkannya meskipun salah seorang di antara kalian hanya minum seteguk air.” (HR. Ahmad, Hadits Hasan) 

Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah: “Sahur dapat diperoleh seseorang yang makan dan minum meskipun hanya sedikit.” (Fathul Bari, 4/166).


Selanjutnya...2. Makan Sahur.
Share:

Pengertian Puasa Secara Bahasa dan Terminologi/Istilah Dalam Islam.


Marhaban ya Ramadhan, pada kesempatan ini kami berbagi artikel kajian Ramadhan tentang Pengertian Puasa Secara Bahasa dan Terminologi/Istilah Dalam Islam sebagai refrensi dalam melaksakan ibadah puasa 1440 H yang tinggal menghitung hari lagi tepatnya tanggal 6 Mei 2019.

Wajib bagi seorang muslim untuk berilmu sebelum beramal. Karena ilmu merupakan pokok atau landasan dari sebuah amal. Ilmu juga menyebabkan amal yang sedikit menjadi barakah. 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, ”Puasa adalah perisai yang dapat melindungi seorang hamba dari api neraka.” (HR. Ahmad dan Baihaqi, Hadits Hasan).
Pengertian Puasa Secara Bahasa (Shiyam/Shaum) 
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI); pada kata (Siam dan Saum) tanpa huruf ‘h’ yang berarti puasa. 

Secara lughowi (bahasa) pengertian puasa/Ash-Shaum (الصَّوْمُ) bermakna (الإِمْسَاكُ) yang artinya menahan. 

Atas dasar itu berkata Al-Imam Abu ‘Ubaid dalam kitabnya Gharibul Hadits memberi seikit penjelasan dari pengertian puasa :

" كُلُّ مُمْسِكٍ عَنْ كَلاَمٍ أَوْ طَعَامٍ أَوْ سَيْرٍ فَهُوَ صَائِمٌ “

Semua orang yang menahan diri dari berbicara atau makan, atau berjalan maka dia dinamakan Sha`im (orang  yang sedang berpuasa).” [1]) 

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Ta’ala: 

( إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا ( مريم: ٢٦ “

Sesungguhnya aku telah bernadzar berpuasa untuk Ar-Rahman, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini” (Maryam : 26) 

Shahabat Anas bin Malik dan Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhum berkata :  صَوْمًا maknanya adalah  صَمْتًا  yaitu menahan diri dari berbicara. [2])  

Pengertian Puasa Secara Terminologi/Istilah 

‘Ibarah (ungkapan) para ulama berbeda dalam menjelaskan pengertian puasa/ash-shaum secara tinjauan syar’i, yang masing-masing definisi tersebut saling melengkapi. Sehingga kami pun sampai pada kesimpulan bahwa pengertian puasa secara syar’i adalah :


إِمْسَاكُ الْمُكَلَّفِ عَنِ اْلمُفَطِّرَاتِ بِنِيَّةِ التَّعَبُّدِ للهِ مِنْ طُلُوعِ اْلفَجْرِ إِلَى غُرُوبِ الشَّمْسِ

Usaha seorang mukallaf untuk menahan diri dari berbagai pembatal puasa disertai dengan niat beribadah kepada Allah,  dimulai sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari.

Penjelasan: 

1. Pernyataan “al-mukallaf” menunjukkan bahwa puasa secara syar’i adalah yang dilakukan oleh para mukallaf yakni orang-orang yang telah terkenai kewajiban ibadah, dari setiap muslim yang sudah baligh dan sehat akalnya.

2. Pernyataan “dengan disertai niat beribadah kepada Allah” menunjukkan bahwa puasa harus disertai dengan niat sebagai sebuah bentuk ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

3. Pernyataan “dimulai sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari” seperti dalam ayat:



(وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ(البقرة: ١٨٧

Dan makan minumlah kalian hingga jelas bagi kalian benang putih dari benang hitam, yaitu (cahaya) fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datangnya) malam. (Al-Baqarah : 187).

Dengan mengetahui pengertian puasa beserta hal-hal yang terkait dengannya sebelum kita mengamalkan ibadah ini, semoga ibadah puasa yang kita lakukan dengan ikhlas tersebut diterima oleh Allah ta’ala. Semoga Allah Ta’ala memasukkan kita ke dalam golongan orang-orang yang bertaqwa. 
Share:

Seorang Waria Ngamuk ke Petugas TPS Gara-gara Dipanggil Nama Aslinya.

Selamat datang di blog Kampung KB tumbuhh Jaya, pada kesempatan ini kami berbagi sebuah kejadian lucu dan unik terjadi dalam Pilpres 2019 atau pesta demokrasi 2019 kemarin.
Seorang Waria Ngamuk ke Petugas TPS Gara-gara Dipanggil Nama Aslinya
Radar tumbuh Mulia_Antuasiasme warga Tanah Air dalam Pemilu 2019 pun terlihat lebih tinggi ketimbang beberapa tahun yang lalu. Mulai dari generasi muda hingga usia lanjut turut serta memberikan suara mereka pada Pemilu 2019 ini demi masa depan bangsa Indonesia.


Termasuk Stefi, salah satu warga Kabupaten Mamasa, Sulawesi Selatan yang turut memberikan suaranya dalam Pemilu 2019 ini. Ikut nyoblos Pemilu 2019, sosok Stefi ini mendadak ramai dibicarakan publik.

Gara-gara aksi mengamuknya pada panitia Pemilu 2019, sosok Stefi pun mendadak viral di media sosial.

Lantas sebenarnya siapa sosok Stefi ini dan mengapa ia ramai diperbincangkan publik? Sosok Stefi pertama kali diketahui lewat postingan akun Instagram @makassar_iinfo pada Rabu (17/4/2019).

Dalam postingan tersebut, terlihat warga Kabupaten Mamasa, Sulawesi Selatan tengah menunggu giliran nyoblos Pemilu 2019 pada TPS yang telah disediakan.

Dari sekian banyak warga yang tengah menunggu giliran nyoblos Pemilu 2019, terdapat sosok seorang wanita berambut panjang mengenakan atasan off shoulder berwarna putih.

Sekilas, sosok wanita ini tidak berbeda dengan warga lainnya yang tengah menunggu giliran nyoblos Pemilu 2019.

Namun ketika panitia Pemilu 2019 TPS tersebut menyebut sebuah nama, wanita tersebut tampak maju malu-malu dengan raut kesal.

"Rudi Wahyu!" panggil panitia Pemilu 2019 di TPS tersebut.

Meski wanita tersebut telah di depan meja panitia, bersiap menerima surat suara, panitia tetap memanggil nama tersebut.

"Yang ketiga siapa? Rudi! Rudi yang mana?" tanya salah satu panitia.

"Saya Rudi," sahut wanita yang disebut bernama Stefi dengan nada kesal kepada para panitia.

Usut punya usut, rupanya wanita yang disebut bernama Stefi itu memiliki nama asli pada KTP, Rudi.

Sontak saja kejadian ini membuat warga di TPS tersebut tertawa terbahak-bahak melihat amukan Stefi.

Pasalnya, tak ada yang menyangka bahwa nama asli Stefi akan disebut oleh panitia.

Pihak panitia pun meminta maaf dan berusaha membujuk Stefi yang kesal nama aslinya dipanggil.

"Siapa ini kau Rudi?" seru temannya yang mereka kejadian tersebut sambil tertawa.

Stefi bahkan dituntun menuju bilik pemilihan oleh salah satu panitia yang ikut tertawa karena aksi mengamuknya.

Bahkan rekannya yang merekam kejadian tersebut pun tak henti-hentinya tertawa dan menggoda temannya itu.

Godaan dari teman-temannya itu bahkan masih berlanjut meski Stefi telah usai memilih.

"Rudi, eh Stefi," panggil temannya yang mereka aksi kocak amukan Stefi.

Stefi yang tak habis pikir akan mengalami hal ini pun tertawa dan menunjuk kesal kearah temannya.

"Jahat kau," komentar Stefi kepada temannya tersebut.

Aksi ngamuk Stefi di TPS saat nama aslinya dipanggil panitia ini langsung pun mencuri perhatian publik.

Baru satu jam di posting melalui akun Instagram, momen Stefi mengamuk tersebut telah ditonton sebanyak 26 ribu kali oleh para pengguna akun Instagram.

Beragam komentar publik yang merasa terhibur dengan momen ini pun membanjiri kolom komentar.

@barumbung_mks: Malam Stefi, siang Rudi. jadi kalau digabung namanya stefirudding.
@novitasari_nana: Rudi aka Stefi @jeanemassie hahahahaha.
@radagladis: @alfonsus_try Stefi alias Rudi wkwkwk ngakak.
@juwitasintya: @stefichintiaa @yuliannovita lah Stefi ngamuk mau nyoblos.
@wawangunawan023: Untung namanya bukan Bambang.

Semoga artikel ini bisa membuat petugas KPPS tersenyum karena seharian bahkan sehari semalam bekerja dalam perekapan suara pemilu yang rela pisah dengan suami/istri dan anak. "Hebat" untuk kalian demi bangsa dan negara.
Share:

Hari/Tanggal

ALIH BAHASA

Daftar Isi